Mengenali Potensi Diri dan Prestasi
1.
MENGENAL POTENSI
DIRI
Setiap manusia memiliki bermacam-macam potensi diri yang
dapat dikembangkan. Tidak sedikit manusia belum sepenuhnya mengembangkan dan
menggunakan potensi yang ada pada dirinya. Hal ini terjadi dikarenakan mereka
belum atau bahkan tidak mengenal potensi dirinya dan hambatan-hambatan dalam
pengembangan potensi diri tersebut. Mampu mengembangkan potensi diri merupakan
dambaan setiap individu. Mampukan seseorang mengembangkan potensi dirinya
secara efektif? Itu bergantung pada motivasi diri, karena pengembangan potensi
diri merupakan suatu proses yang sistematis dan bertahap.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlaq mulia, dan keterampilan yang
dibutuhkan. Dengan demikian, tugas seorang guru bukanlah memberikan
sebanyak-banyaknya ilmu pengetahuan kepada anak didiknya, melainkan membimbing
mereka untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut Charles Handy ada tujuh potensi kecerdasan
yang dimiliki dan bisa dikembangkan oleh manusia, yakni :
a.
Kecerdasan logika, kecerdasan ini sangat
terkait dengan kemampuan manusia dalam menalar dan menghitung.
b.
Kecerdasan verbal, kemampuan manusia dalam
menjalin hubungan dengan orang lain.
c.
Kecerdasan praktik, kemempuan manusia untuk
mempraktikkan ide yang ada dalam pikirannya.
d.
Kecerdasan dalam bidang musik, kecerdasan ini
terkait erat dengan bagaimana seseorang bisa merasakan nada dan irama.
e.
Kecerdasan intrapersonal, kecerdasan ini
berkaitan erat dengan kemempuan seseorang untuk bisa memahami segala sesutau
yang terkait dengan diri pribadi.
f.
Kecerdasan interpersonal, kecerdasan ini
berkaitan erat dengan kemampuan seseorang dalam memahami dan menjalin hubungan
dengan orang lain.
g.
Kecerdasan spasial, kemampuan seseorang dalam
mengenali ruang atau dimensi, termasuk di dalamnya bagaimana mengenali warna,
bentuk, maupun garis.
Secara garis besar, kecerdasan yang dimiliki manusia ada tiga macam, yaitu :
1). Kecerdasan intelektual(IQ), 2). Kecerdasan emosional (EQ), 3). Kecerdasan
spiritual(SQ). Ketiga kecerdasan tersebut hendaknya menjadi perhatian utama
dalam proses belajar mengajar agar potensi yang dimiliki setiap anak didik bisa
berkembang dengan baik.
Kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan dengan kemempuan
potensi manusia dalam mempelajari sesuatu dengan alat-alat berfikirnya.
Kecerdasan ini bisa diketahui atau diukur dengan kekuatan verbal dan logika
yang ditunjukkan oleh seseorang. Kecerdasan inilah yang tampaknya menjadi hal
utama dalam pendidikan saat ini.
Potensi kecerdasan selanjutnya yang dimiliki setiap
manusia yaitu Kecerdasan emosional (EQ). Setidaknya ada lima komponen
pokok yang termasuk kecerdasan emosional, yakni kesadaran diri, manajemen
emosi, motivasi, empati, dan mengelola sebuah hubungan sosial.
Kecerdasan
yang ketiga adalah kecerdasan spiritual(SQ), kecerdasan ini mengangkat fungsi
jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam
melihat makna yang ada dibalik sebuah kenyataan atau kejadaian tertentu.
Ketiga potensi kecerdasan yang dimiliki oleh anak didik
sebagaimana tersebut harus dikembangkan oleh sekolah sebagai pihak yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan bagi para muridnya. Lebih
khusus lagi, jika terjadi permasalahan pada diri anak didik terkait dengan
pengenalan sekaligus pengembangan potensi ini maka bimbingan dan konseling
harus dilakukan kepadanya, dimana ketiga kecerdasan tersebut harus seimbang
untuk potensi anak tersebut.
A.
Pengukuran Potensi
Pengukuran
potensi diri untuk mengetahui sejauh manakah potensi-potensi yang dimiliki oleh
seorang individu, baik yang diperoleh melalui introspeksi diri maupun melalui
feed back dari orang lain serta tes psikologis (kepribadian):
1) Penilaian diri
Yang
dimaksud dengan penilaian diri ini adalah menilai diri
sendiri. Ada juga yang mengatakan instropeksi. Sebagian orang
mengatakan bahwa dengan cara ini penilaian yang dilakukan sangat subyektif,
karena orang umumnya tidak mau melihat kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
Tapi pendapat lain mengatakan bahwa yang paling kenal diri anda adalah anda
sendiri.
2) Pengukuran diri melalui feed back orang lain
Feed
back (umpan balik) merupakan komunikasi yang ditujukan kepada seseorang yang
akan memberikan informasi kepada orang yang bersangkutan, bagaimana orang lain
terkena dampak olehnya, bagaimana kesan yang ditimbulkan pada orang lain dengan
tingkah laku yang ditunjukkannya. Feed back membantu seseorang untuk menelaah
dan memperbaiki tingkah lakunya dan dengan demikian ia akan lebih mudah
mencapai hal-hal yang diinginkannya.
3) Tes kepribadian
Tes
kepribadian merupakan salah satu instrumen untuk pengenalan diri sendiri,
beberapa tes kepribadian untuk pengukuran potensi diri, yaitu: kepercayaan
terhadap diri sendiri, tingkat kehati-hatian, daya tahan menghadapi cobaan,
tingkat toleransi, dan pengukuran ambisi.
b. Hadis
Mengenai Potensi dan Prestasi
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ ».
Artinya:
’’Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin yang kuat
lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada seorang mukmin yang lemah.
Namun, keduanya memiliki keistimewaan masing-masing. Berusahalah semaksimal
mungkin untuk menggapai hal-hal yang bermanfaat untukmu! Mintalah pertolongan
kepada Allah dan janganlah menjadi orang yang lemah!”
Jika ada suatu musibah yang menimpamu, janganlah engkau
katakan: “seandainya aku lakukan hal lain (selain yang aku lakukan tadi), maka
aku akan begini dan begitu”! Namun katakanlah: “hal tersebut merupakan bagian
dari takdir yang Allah telah tentukan dan Allah telah melakukan apa yang Ia
kehendaki”. Ketahuilah bahwa berandai-andai itu memberi peluang kepada syetan
untuk memainkan perannya.”
(HR. Muslim no. 6945, Imam Ahmad no. 8777 dan 8815, Ibnu Majah no. 79 dan 4168, Nasai no. 10457, Ibnu Hibban, Baihaqi, dan lainnya)
(HR. Muslim no. 6945, Imam Ahmad no. 8777 dan 8815, Ibnu Majah no. 79 dan 4168, Nasai no. 10457, Ibnu Hibban, Baihaqi, dan lainnya)
Siapapun diri kita pasti masing-masing mempunyai potensi. Entah itu dari golongan ningrat atau melarat. Cacat atau sempurna. Kulit putih maupun hitam. Perbedaan terjadi bukan sebatas dari jenis potensi yang dimiliki, namun juga terletak pada bagaimana seseorang meningkatkan potensinya. Semakin tinggi tingkat perkembangan potensi, semakin tinggi pula kualitas yang ia miliki.
Hadis
di atas menuntun kita untuk bekerja keras meningkatkan potensi. Diawali dengan
pujian terhadap orang mukmin yang memiliki kekuatan, kemudian anjuran untuk
berusaha semaksimal mungkin mendapatkan segala sesuatu yang bermanfaat untuk
kita. Ya, kekuatan dan usaha maksimal adalah dua hal yang tidak bisa dilepaskan
untuk meningkatkan potensi. Bagaimana seseorang akan meninggkatkan potensi jika
ia tidak mempunyai kekuatan sebelumnya? Bagaimana ia akan meningkatkan potensi
jika ia tidak mau berusaha?
Menurut Imam Nawawi dalam “al-Minhaj”, kekuatan yang dimaksud ialah tekad yang bulat dalam urusan-urusan akhirat atau ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lebih rinci lagi, Qadhi ‘Iyadh dalam “Ikmalul Mu’allim” menyebutkan kekuatan ini termasuk sehatnya badan sehingga bisa lebih produktif untuk bekerja, lebih banyak melaksanakan sholat malam, puasa, dan berjuang di jalan Allah.
Sedangkan usaha keras dalam hadis di atas dimaknai oleh
Syekh Abdul Muhsin al-Abbad –hafidhahullah-sebagai usaha mewujudkan sesuatu
dengan melakukan sebab-sebab yang dibolehkan oleh syariat. Usaha tersebut tidak
boleh menghilangkan tawakal kepada Allah, apalagi melalaikanNya. Namun, kita
malah disuruh oleh meminta pertolongan kepada Allah seperti dalam lanjutan
bunyi hadis ini.
Mengapa? Karena segala sesuatu yang terjadi di alam
semesta ini terjadi atas izin dan kehendakNya. Sebesar apapun usaha seseorang
untuk mewujudkan keinginannya, namun jika tidak diizinkan oleh Allah maka
keinginannya tersebut tidak akan pernah terwujud. Allah telah berfirman:
وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا (23) إِلاَّ أَن يَشَاء اللَّهُ
Janganlah
sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan
mengerjakan hal itu besok pagi" kecuali (dengan menyebut): "Insya
Allah" (jika Allah menghendaki). [QS. Al-Kahfi {18}: 23-24]
Di dalam Al-Quran kita juga sering menemukan lafadh “wallahu
‘ala kulli syai-in qadir”, yang artinya: “dan Allah Maha Kuasa terhadap
segala sesuatu”. Tentunya kekuasaan Allah bukan hanya dalam mewujudkan sesuatu
saja, tapi juga meniadakan sesuatu. Tak pantaslah kiranya manusia sebagai
makhluk ciptaan yang lemah tidak meminta tolong kepada Sang Maha Kuasa.
Seruan
untuk berkerja keras dalam hadis ini dikuatkan lagi dengan larangan untuk
menjadi lemah melalui kalimat: “wa la ta’jiz”. Kata “ajuza”
sebagai induk kalimat ini bukan saja berarti lemah, namun juga berarti tidak
mampu melakukan sesuatu. Secara tidak langsung kita diperintahkan untuk
mempunyai kemampuan dan keahlian. Bukan malah berdiam diri tidak mau berusaha
meningkatkan diri dengan kemampuan dan keahlian yang baru.
Jika kita sudah berusaha semaksimal mungkin tapi tidak
juga berhasil mencapai sesuatu, jangan pernah untuk menyesali usaha yang kita
lakukan. Misalnya dengan mengatakan, “kalau seandainya aku melakukan dengan
cara yang lain, pasti aku berhasil.” Kita kembalikan semuanya kepada Allah, karena
Allah-lah yang menentukan hasilnya. Bisa jadi ada keberhasilan lain yang lebih
baik sedang menunggu kita.
Allah
berfirman: “Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.” [QS. Al-Baqarah {2}: 216]
Wajib hukumnya bagi kita untuk menerima segala ketentuan
yang Allah berikan. Ketentuan tersebut sangatlah bijak karena Allah Maha
Bijaksana. Menyalahkan takdir atau ketentuan Allah hanya akan membuka peluang
syetan untuk mengganggu kita. Inilah yang diutarakan Qadhi ‘Iyadh dalam
memaknai ujung hadis ini.
Jadi,
tunggu apa lagi? Lekas persiapkan diri kita dengan segala kekuatan yang kita
miliki untuk meningkatkan diri. Susun rencana dan target harian, mingguan, atau
bulanan. Jangan lupa untuk selalu bekerja keras tanpa lelah dengan mengisi
waktu dengan hal-hal yang bermanfaat. Jangan biarkan satu detikpun terbuang
percuma untuk hal yang sia-sia.
Mintalah pertolongan kepada Allah melalui doa-doa yang
kita panjatkan. Tentu, doa kita akan terkabul jika kita mampu menjadi hambaNya
yang baik. Maksudnya, dengan banyak beribadah kepadaNya dan meninggalkan
maksiat atau larangNya. Mana mungkin ada seorang majikan memberi upah atau hadiah
kepada anak buahnya yang nakal dan selalu menentangnya?
I nsyaAllah dengan resep dari hadis ini,
kita akan gampang meraih prestasi. Perlu diingat, peningkatan potensi
berbanding lurus dengan pencapaian prestasi. Semakin banyak kita meningkatkan
potensi, semakin banyak pula prestasi yang kita raih. Semakin banyak kita
meraih prestasi, berarti semakin meningkat pula potensi yang kita miliki.
Selamat berprestasi!
Sumber:
Cari tugas akademik
Komentar
Posting Komentar