Pernikahan dalam Islam



1.     Pengertian
Kata nikah berasal dari bahasa arab yang berarti bertemu, berkumpul. Menurut istilah nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat Islam. Menurut U U No : 1 tahun 1974, Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME. Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang berarti sifat pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani rokhaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis, teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah tangga. Rasulullah SAW bersabda :
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (رواه البخارى و مسلم)
 Artinya :”Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (HR. Bukhori Muslim)

A.   HUKUM NIKAH
Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunat, makruh dan haram. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut :
1.     Jaiz, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
2.    Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup menikah sedangkan bila tidak menikah khawatir akan terjerumus ke dalam perzinaan.
3.    Sunat, yaitu orang yang sudah mampu menikah namun masih sanggup mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.
4.    Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki keinginan atau hasrat tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah tanggungan-nya.
5.    Haram, yaitu orang yang akan melakukan perkawinan tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.



A.    TUJUAN NIKAH
Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dalam diuraikan sebagai berikut:
a.   Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia dan tentram. Allah SWT berfirman yang artinya :” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. “.(Ar-Rum : 21)
b.  Membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara suami, istri dan anak. ( lihat QS. Ar- Rum : 21) :”Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. “.(Ar- Rum : 21)
c.   Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai Allah SWT
d.  Melaksanakan Perintah Allah swt. Karena melaksanakan perintah Allah swt maka menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah swt., berfirman yang artinya :" Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai". (An-Nisa' : 3)
e.   Mengikuti Sunah Rasulullah saw. Rasulullah saw., mencela orang yang hidup membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya:
أَلنِّكَاحُ سُنَّتِى فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى (رواه البخارى و مسلم)
Artinya :"Nikah itu adalah sunahku, barang siapa tidak senang dengan sunahku, maka bukan golonganku". (HR. Bukhori dan Muslim) 6. Untuk memperoleh keturunan yang syah. Allah swt., berfirman yang artinya :” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “. (Al-Kahfi : 46)

B.      RUKUN NIKAH
1.     Calon suami
2.    Calon istri
3.    Adanya wali
4.    Adanya 2 orang saksi
5.    Adanya ijab dan qobul

C.    Syarat bakal suami
1.     Islam
2.    Lelaki yang tertentu
3.    Bukan mahram dengan istri ataupun persusuan
4.    Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah
5.    Bukan dalam ihram atau haji
6.    Dengan kerelaan diri sendiri dan bukan paksaan
7.    Yidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam satu masa
8.    Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

D.    Syarat bakal isteri
1.   Islam
2.  Perempuan yang tertentu
3.  Bukan perempuan mahram dengan bakal suami
4.  Bukan seorang khunsa
5.  Bukan dalam ihram haji atau umrah
6.  Tidak dalam idah
7.  Bukan isteri orang

E.     Syarat wali
  1. Islambukan kafir dan murtad
  2. Lelaki dan bukannya perempuan
  3. Baligh
  4. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
  5. Bukan dalam ihram haji atau umrah
  6. Tidak fasik
  7. Tidak cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya
  8. Merdeka
  9. Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya

Sebaiknya bakal isteri perlulah memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Sekiranya syarat wali bercanggah seperti di atas maka tidak sahlah sebuah pernikahan itu. Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yang wajib seperti ini. Jika tidak di ambil kira, kita akan hidup di lembah zina selamanya.

F.     Syarat-syarat saksi
  1. Sekurang-kurangya dua orang
  2. Islam
  3. Berakal
  4. Baligh
  5. Lelaki
  6. Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
  7. Dapat mendengar, melihat dan bercakap
  8. Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
  9. Merdeka
G.    Syarat ijab
  1. Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
  2. Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
  3. Diucapkan oleh wali atau wakilnya
  4. Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(nikah kontrak e.g.perkahwinan(ikatan suami isteri) yang sah dalam tempoh tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
  5. Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
H.    Syarat qabul
1.     Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
2.     Tiada perkataan sindiran
3.     Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
4.     Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
5.     Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
6.     Menyebut nama bakal isteri
7.     Tidak diselangi dengan perkataan lain

I.      MUHRIM
Menurut pengertian bahasa muhrim berarti yang diharamkan. Menurut Istilah dalam ilmu fiqh muhrim adalah wanita yang haram dinikahi. Penyebab wanita yang haram dinikahi ada 4 macam :

1. Wanita yang haram dinikahi karena keturunan a. Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah).
a.   Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya).
b.  Saudara perempuan sekandung (sekandung, sebapak atau seibu).
c.   Saudara perempuan dari bapak
d.  Saudara perempuan dari ibu.
e.   Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
f.   Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.
2. Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan
a. Ibu yang menyusui.
b. Saudara perempuan sesusuan
 2. Wanita yang haram dinikahi karena perkawainan
a. Ibu dari isrti (mertua
b. Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain), apabila suami sudah kumpul dengan ibunya.
C. Ibu tiri (istri dari ayah), baik sudah di cerai atau belum. Allah SWT berfirman: Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”. (An-Nisa: 22)
d. Menantu (istri dari anak laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum.
4. Wanita yang haram dinikahi karena mempunyai pertalian muhrim dengan istri. Misalnya haram melakukan poligami (memperistri sekaligus) terhadap dua orang bersaudara, terhadap perempuan dengan bibinya, terhadap seorang perempuan dengan kemenakannya. (lihat An-Nisa : 23) Wali nikah di bagi menjadi 2 macam yaitu wali nasab dan wali hakim :
 1. Wali nasab yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan. Adapun Susunan urutan wali nasab adalah sebagai berikut :
a. Ayah kandung, ayah tiri tidak syah jadi wali
b. Kakek (ayah dari ayah mempelai perempuan) dan seterusnya ke atas
c. Saudara laki-laki sekandung
d. Saudara laki-laki seayah
 e. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
f. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
g. saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah h. Anak laki-laki dari sdr laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
2. Wali hakim, yaitu seorang kepala Negara yang beragama Islam. Di Indonesia, wewenang presiden sebagai wali hakim di limpahkan kepada pembantunya yaitu Menteri Agama. Kemudian menteri agama mengangkat pembantunya untuk bertindak sebagai wali hakim, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama Islam yang berada di setiap kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila memenuhi kondisi sebagai berikut :
a. Wali nasab benar-benar tidak ada
b. Wali yang lebih dekat (aqrob) tidak memenuhi syarat dan wali yang lebih jauh (ab’ad) tidak ada.
 c. Wali aqrob bepergian jauh dan tidak memberi kuasa kepada wali nasab urutan berikutnya untuk berindak sebagai wali nikah.
d. Wali nasab sedang berikhram haji atau umroh
e. Wali nasab menolak bertindak sebagi wali nikah
 f. Wali yang lebih dekat masuk penjara sehingga tidak dapat berintak sebagai wali nikah
g. Wali yang lebih dekat hilang sehingga tidak diketahui tempat tinggalnya. Wali hakim berhak untuk bertindak sebagai wali nikah, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinnya :”Dari Aisyah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda : Tidak sah nikah seseorang kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil, jika wali-wali itu menolak jadi wali nikah maka sulthan (wali hakim) bertindak sebagi wali bagi orang yang tidak mempunyai wali”.(HR. Darulquthni)

 D. KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Agar tujuan pernikahan tercapai, suami istri harus melakukan kewajiban-kewajiban hidup berumah tangga dengan sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena Allah SWT semata. Allah SWT berfirman yang artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (An-Nisa : 34). Rasulullah SAW juga bersabda yang
artinya: “Istri adalah penaggung jawab rumah tangga suami istri yang bersangkutan”. (HR. Bukhori Muslim). Secara umum kewajiban suami istri adalah sebagi berikut : Kewajiban Suami Kewajiban suami yang terpenting adalah :
 a. Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara maksimal.(lihat At-Thalaq:7)
b. Bergaul dengan istri secara makruf, yaitu dengan cara yang layak dan patut misalnya dengan kasih sayang, menghargai, memperhatikan dan sebagainya.
c. Memimpin keluarga, dengan cara membimbing, memelihara semua anggota keluarga dengan penuh tanggung jawab. (Lihat An-Nisa : 34)
d. Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang shaleh. (At-Tahrim:6) Kewajiban Istri Patuh dan taat pada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran Islam. Perintah suami yang bertentangan dengan ajaran Islam tidak wajib di taati. memelihara dan menjaga kehormatan diri dan keluarga serta harta benda suami. .Mengatur rumah tangga dengan baik sesuai dengan fungsi ibu sebagai kepala rumah tangga. Memelihara dan mendidik anak terutama pendidikan agama. Allah swt, berfirman yang artinya :"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka". (At-Tahrim : 6) . Bersikap hemat, cermat, ridha dan syukur serta bijaksana pada suami
E. TALAK
1. Pengertian dan Hukum Talak. Menurut bahasa talak berarti melepaskan ikatan. Menurut istilah talak ialah lepasnya ikatan pernikahan dengan lafal talak. Asal hukum talak adalah makruh, sebab merupakan perbuatan halal tetapi sangat dibenci oleh Allah swt. Nabi Muhammad saw, bersabda :
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ الطَّلاَقُ (رواه ابوداود)
Artinya :"Perbuatan halal tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak". (HR. Abu Daud).
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam talak ( rukun talak) ada 3 macam :
 a. Yang menjatuhkan talak(suami), syaratnya: baligh, berakal dan kehendak sendiri.
 b. Yang dijatuhi talak adalah istrinya.
 c. Ucapan talak, baik dengan cara sharih (tegas) maupun dengan cara kinayah (sindiran). Cara sharih, misalnya “saya talak engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan cara sharih tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara sharih, maka jatuhlah talaknya walupun tidak berniat mentalaknya. Cara kinayah, misalnya “Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan orang lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”, Ucapan talak cara kinayah memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah, padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya, maka talaknya tidak jatuh.
1.   Lafal dan Bilangan Talak.
 Lafal talak dapat diucapkan/dituliskan dengan kata-kata yang jelas atau dengan kata-kata sindiran. Adapun bilangan talak maksimal 3 kali, talak satu dan talak dua masih boleh rujuk (kembali) sebelum habis masa idahnya dan apabila masa idahnya telah habis maka harus dengan akad nikah lagi. (lihat Al-Baqoroh : 229).
Pada talak 3 suami tidak boleh rujuk dan tidak boleh nikah lagi sebelum istrinya itu nikah dengan laki-laki lain dan sudah digauli serta telah ditalak oleh suami keduanya itu".
2.  Macam-Macam Talak.
 Talak dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Talak Raj'i yaitu talak dimana suami boleh rujuk tanpa harus dengan akad nikah lagi. Talak raj’I ini dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya dan suami boleh rujuk kepada istri yang telah ditalaknya selam masih dalam masa iddah
 b. Talak Bain. Talak bain dibagi menjadi 2 macam yaitu talak bain sughro dan talak bain kubra.
1.   Talak bain sughro yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri dan talak khuluk (karena permintaan istri). Suami istri boleh rujuk dengan cara akad nikah lagi baik masih dalam masa idah atau sudah habis masa idahnya.
2. Talak bain kubro yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga kali (talak tiga) dalam waktu yang berbeda. Dalam talak ini suami tidak boleh rujuk atau menikah dengan bekas istri kecuali dengan syarat : · Bekas istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain. · Telah dicampuri dengan suami yang baru. · Telah dicerai dengan suami yang baru. · Telah selesai masa idahnya setelah dicerai suami yang baru.
1.    Macam-macam Sebab Talak.
Talak bisa terjadi karena :
a. Ila' yaitu sumpah seorang suami bahwa ia tidak akan mencampuri istrinya. Ila' merupakan adat arab jahiliyah. Masa tunggunya adalah 4 bulan. Jika sebelum 4 bulan sudah kembali maka suami harus menbayar denda sumpah. Bila sampai 4 bulan/lebih hakim berhak memutuskan untuk memilih membayar sumpah atau mentalaknya.
 b. Lian, yaitu sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. sumpah itu diucapkan 4 kali dan yang kelima dinyatakan dengan kata-kata : "Laknat Allah swt atas diriku jika tuduhanku itu dusta". Istri juga dapat menolak dengan sumpah 4 kali dan yang kelima dengan kata-kata: "Murka Allah swt, atas diriku bila tuduhan itu benar"
 c. Dzihar, yaitu ucapan suami kepada istrinya yang berisi penyerupaan istrinya dengan ibunya seperti : "Engkau seperti punggung ibuku ". Dzihar merupakan adat jahiliyah yang dilarang Islam sebab dianggap salah satu cara menceraikan istri.
d. Khulu' (talak tebus) yaitu talak yang diucapkan oleh suami dengan cara istri membayar kepada suami. Talak tebus biasanya atas kemauan istri. Penyebab talak antara lain :
o   Istri sangat benci kepada suami.
o   Suami tidak dapat memberi nafkah.
o   Suami tidak dapat membahagiakan istri.
  e. Fasakh, ialah rusaknya ikatan perkawinan karena sebab-sebab tertentu yaitu :
v  Karena rusaknya akad nikah seperti :
a.      Diketahui bahwa istri adalah mahrom suami.
b.      Salah seorang suami / istri keluar dari ajaran Islam.
c.      Semula suami/istri musyrik kemudian salah satunya masuk Islam.

v  Karena rusaknya tujuan pernikahan, seperti :
a.      Terdapat unsur penipuan, misalnya mengaku laki-laki baik ternyata penjahat.
b.      Suami/istri mengidap penyakit yang dapat mengganggu hubungan rumah tangga.
c.      Suami dinyatakan hilang.
d.      Suami dihukum penjara 5 tahun/lebih.
5. Hadhonah. Hadhonah artinya mengasuh dan mendidik anak yang masih kecil. Jika suami/istri bercerai maka yang berhak mengasuh anaknya adalah :
a. Ketika masih kecil adalah ibunya dan biaya tanggungan ayahnya.
b. Jika si ibu telah menikah lagi maka hak mengasuh anak adalah ayahnya.
 F. IDDAH
Secara bahasa iddah berarti ketentuan. Menurut istilah iddah ialah masa menunggu bagi seorang wanita yang sudah dicerai suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada bekas suaminya apakah dia akan rujuk atau tidak.
1. Lamanya Masa Iddah.
a. Wanita yang sedang hamil masa idahnya sampai melahirkan anaknya. (Lihat QS. At-Talak :4)
b. Wanita yang tidak hamil, sedang ia ditinggal mati suaminya maka masa idahnya 4 bulan 10 hari. (lihat QS. Al-Baqoroh ayat 234)
 c. Wanita yang dicerai suaminya sedang ia dalam keadaan haid maka masa idahnya 3 kali quru' (tiga kali suci). (lihat QS. Al-Baqoroh : 228)
d. Wanita yang tidak haid atau belum haid masa idahnya selama tiga bulan. (Lihat QS, At-Talaq :4 )
e. Wanita yang dicerai sebelum dicampuri suaminya maka baginya tidak ada masa iddah. (Lihat QS. Al-Ahzab : 49)
2. Hak Perempuan Dalam Masa Iddah.
a. Perempuan yang taat dalam iddah raj'iyyah (dapat rujuk) berhak mendapat dari suami yang mentalaknya: tempat tinggal, pakaian, uang belanja. Sedang wanita yang durhaka tidak berhak menerima apa-apa.
 b. Wanita dalam iddah bain (iddah talak 3 atau khuluk) hanya berhak atas tempat tinggal saja. (Lihat QS. At-Talaq : 6)
 c. Wanita dalam iddah wafat tidak mempunyai hak apapun, tetapi mereka dan anaknya berhak mendapat harta warits suaminya.
G. RUJUK.
Rujuk artinya kembali. Maksudnya ialah kembalinya suami istri pada ikatan perkawinan setelah terjadi talak raj'i dan masih dalam masa iddah. Dasar hukum rujuk adalah QS. Al-Baqoroh: 229, yang artinya sebagai berikut: "Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki rujuk".
1. Hukum Rujuk.
a.    Mubah, adalah asal hukum rujuk.
b.    Haram, apabila si istri dirugikan serta lebih menderita dibanding sebelum rujuk.
c.    Makruh, bila diketahui meneruskan perceraian lebih bermanfaat.
d.    Sunat, bila diketahui rujuk lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.
e.    Wajib, khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu.
2. Rukun Rujuk.
a.      Istri, syaratnya : pernah digauli, talaknya talak raj'i dan masih dalam masa iddah.
b.      Suami, syaratnya : Islam, berakal sehat dan tidak terpaksa.
c.      Sighat (lafal rujuk).
d.      Saksi, yaitu 2 orang laki-laki yang adil.

H. PERKAWINAN MENURUT UU No: 1 tahun 1974.
 1. Garis besar Isi UU No : 1 tahun 1974. UU No : 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri dari 14 Bab dan 67 Pasal.
2. Pencatatan Perkawinan. Dalam pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa : "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". Ketentuan tentang pelaksanaan pencatatan perkawinan ini tercantun dalam PP No : 9 Tahun 1975 Bab II pasal 2 sampai 9.
3. Syahnya Perkawinan. Dalam pasal 2 ayat 1 ditegaskan bahwa : "Perkawina adalah syah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu".
4. Tujuan Pekawinan. Dalam Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa tujuan perkawina adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
 5. Talak. Dalam Bab VIII pasal 29 ayat 1 dijelaskan bahwa : "Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah fihak.
6. Batasan Dalam Berpoligami. · Dalam pasal 3 ayat 1 diljelaskan bahwa :"Pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami". ·
 Dalam pasal 4 dan 5 ditegaskan bahwa dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya. · Pengadilan hanya memberi ijin berpoligami apabila :
a.    Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
b.    Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Ø Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
c.    Dalam pengajuan berpoligami harus dipenuhi syarat-syarat : Ø Adanya persetujuan dari istri.
d.    Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kandungan Al-Qur'an Surat Al-Luqman ayat 13-14

Kitab-kitab Allah SWT

Keterkaitan Al-Qur’an surah Al-Imran ayat 159 Dengan Sikap Demokrasi dan Bersatu Dalam Keberagaman