Keterkaitan Al-Qur’an surah Al-Imran ayat 159 Dengan Sikap Demokrasi dan Bersatu Dalam Keberagaman
A.Keterkaitan Al-Qur’an surah Al-Imran ayat 159 dengan
sikap demokrasi dan bersatu dalam keberagaman
Meskipun dalam keadaan genting ayat di
atas menjelaskan bahwa , seperti terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh
sebagian kaum muslimin dalam perang Uhud sehingga menyebabkan kaum muslimin
menderita kekalahan, tetapi Rasulullah saw. tetap lemah lembut dan tidak marah
terhadap para pelanggar, bahkan memaafkan dan memohonkan ampun untuk mereka.
Seandainya Rasulullah bersikap keras, tentu mereka akan menaruh benci kepada
beliau. Beliau juga senantiasa memberi maaf terhadap orang yang berbuat
salah dalam pergaulan sehari-hari, serta memohonkan ampun kepada
Allah Swt. terhadap kesalahan-kesalahan mereka.
Di samping itu, Rasulullah saw juga senantiasa bermusyawarah dengan para sahabatnya tentang hal-hal yang penting, terutama dalam masalah peperangan. Oleh karena itu, kaum muslimin patuh terhadap keputusanyang diperoleh tersebut, karena merupakan keputusan mereka bersama Rasulullah saw. Mereka tetap berjuang dengan tekad yang bulat di jalan Allah Swt.. Keluhuran budi Rasulullah saw inilah yang menarik simpati orang lain, tidak hanya kawan bahkan lawan pun menjadi tertarik sehingga mau masuk Islam.
Tertera tiga sifat dan sikap dalam ayat di atas yang secara berurutan disebut dan diperintahkan untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah, yaitu lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati keras. Meskipun ayat tersebut berbicara dalam konteks perang uhud, tetapi esensi sifat-sifat tersebut harus dimiliki dan diterapkan oleh setiap muslim, terutama ketika hendak bermusyawarah.
Apapun bentuk kesalahannya sikap yang harus diambil setelah bermusyawarah adalah memberi maaf kepada semua peserta musyawarah. Jika semua peserta musyawarah bersikap “memaafkan” maka yang terjadi adalah saling memaafkan. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi sakit hati atau dendam yang berkelanjutan di luar musyawarah, baik karena pendapatnya tidak diakomodasi atau karena sebab lain. Selain Q.S. ali-Imran/3:159 dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat yang berbicara tentang nilai-nilai dalam demokrasi seperti dalam Firman Allah Swt. di dalam Q.S. al-Isra'/17:70, Q.S. al-Baqarah/2:30, Q.S. alHujirit/49:13, Q.S. asy-Syura/42:38 serta berbagai surat lain. Inti dari semua ayat tersebut membicarakan bagaimana menghargai perbedaan, kebebasan berkehendak, mengatur musyawarah dan lain sebagainya yang merupakan unsur-unsur dalam demokrasi.
Di samping ayat-ayat tersebut, banyak juga hadis Rasulullah yang mengisyaratkan pentingnya demokrasi, karena beliau dikenal sebagai pemimpin yang paling demokratis. Di antaranya adalah hadis yang menegaskan bahwa beliau adalah orang yang paling suka bermusyawarah dalam banyak hal, seperti hadits berikut:
Artrinya:
“Dari Abu Hurairah, ia berkata, Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih sering bermusyawarah dengan para sahabat dari pada Rasulullah saw.” [HR. at-Tirmizi].
Menurut pandangan para sahabat hadis di atas menjelaskan bahwa, Rasulullah saw adalah orang yang paling suka bermusyawarah. Dalam banyak urusan yang penting beliau senantiasa melibatkan para sahabat untuk dimintai pendapatnya, seperti dalam urusan strategi perang. Sikap Rasulullah tersebut menunjukkan salah satu bentuk kebesaran jiwa beliau dan kerendahan hatinya (tawadhu’), meskipun memiliki status sosial paling tinggi dibanding seluruh umat manusia, yaitu sebagai utusan Allah Swt.. Namun demikian, kedudukannya yang begitu mulia di sisi Allah Swt. itu sama sekali tidak membuatnya merasa “paling benar” dalam urusan kemanusiaan yang terkait dengan masalah ijtihadiy (dapat dipikirkan dan dimusyawarahkan karena bukan wahyu), padahal bisa saja Rasulullah memaksakan pendapat beliau kepada para sahabat, dan sahabat tentu akan menurut saja. Tetapi itulah Rasulullah, manusia agung yang tawadhu’ dan bijaksana. Sikap rendah hati Rasulullah hanya satu dari akhlak mulia lainnya, seperti kesabaran dan lapang dada untuk memberi maaf kepada semua orang yang bersalah, baik diminta atau pun tidak. Itulah Rasulullah, teladan terbaik dalam berakhlak.
Dari ayat al-Qur'an dan hadis Nabi tersebut dapat dipahami bahwa musyawarah termasuk salah satu kebiasaan orang yang beriman. Hal ini perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terutama dalam hal-hal yang memang perlu dimusyawarahkan, misalnya: Hal yang sangat penting, sesuatu yang ada hubungannya dengan orang banyak/ masyarakat, pengambilan keputusan dan lain-lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, musyawarah menjadi sangat penting karena:
a.
Permasalahan yang sulit menjadi mudah setelah dipecahkan oleh
orang banyak lebih-lebih kalau yang membahas orang yang ahli.
b.
Akan terjadi kesepahaman dalam bertindak.
c.
Menghindari prasangka yang negatif, terutama masalah yang ada
hubungannya dengan orang banyak
d.
Melatih diri menerima saran dan kritik dari orang lain
e.
Berlatih menghargai pendapat orang lain
B. Beberapa contoh sikap
demokratis yang sejalan dengan Qs. Ali ‘Imran ayat 159, antara lain :
1.
Menentukan
solusi permasalahan dengan bermusyawarah.
2.
Mengedepankan
akhlak dan adab dalam bermusyawarah.
3.
Tidak
mengedepankan emosi dan ego dalam bermusyawarah.
4.
Berani
berpendapat, juga berani dalam menerima kritik dan saran.
5.
Memutuskan
musyawarah dengan cara yang adil.
6.
Memberikan
toleransi dan maaf kepada mereka yang berbeda pendapat ataupun berselisih
pendapat dengan kita.
7.
Menghindari
perdebatan dan memperbanyak tukar pikiran.
8.
Meniatkan
segala bentuk musyawarah hanya untuk ajang mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sumber:
Kabel Kreatif
Komentar
Posting Komentar