Kandungan Al-Qur'an Surat Al-Luqman ayat 13-14
A. Kandungan Al-Qur’an surat Luqman ayat 13-14
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman :13
Artinya: "Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada kedua orangtuanya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu, hanya kepada-Ku lah
kembalimu.” (QS. Luqman :14).
C. Makna Al-Qur’an Surat Luqman
Ayat 13-14.
Dalam ayat di atas Allah Swt. menginformasikan tentang
wasiat Luqman kepada anaknya. Wasiat pertama adalah agar menyembah Allah Swt.
Yang Maha Esa tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Luqman
memperingatkan bahwa tindakan syirik adalah bentuk kezaliman terbesar.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah, dia berkata, “ketika turun ayat:
‘orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanan merekadengan
kezaliman’, hal itu terasa amat berat bagi para sahabat Rasulullah Saw. dan
bertanya: ‘siapakah di antara kami yang
tidak mencampur keimanannya dengan kezaliman?’, Rasulullah menjawab: ‘maksudnya
bukan begitu, apakah kalian tidak mendengar perkataan Luqman: ‘Hai anakku
janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu merupakan kezaliman
yang besar’. (HR. Muslim).
Kemudian nasihat untuk menyembah Allah Swt. dibarengkan
dengan perintah untuk berbuat baik kepada orangtua, “dan Kami wasaitkan kepada manusia supaya mereka berbuat baik kepada
kedua rang tua, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah
lemah”. Firman-Nya, “dan menyapihnya selama dua tahun”, yaitu mendidik dan
menyusuinya. Pada ayat yang lain Allah Swt. berfirman, “dan para ibu menyusui anaknya selama dua tahun, jika mereka ingin
menyempurnakan susuannya”. Allah Swt. menyebut-nyebut penderitaan,
kepayahan, dan kerepotan ibu dalam mendidik anak siang dan malam, untuk mengingatkannya
tentang Ihsan (kebaikan dan ketulusan) seorang ibu kepada anak-anaknya. Oleh
karena itu Allah Swt. berfirman,”bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu…” Dalam banyak hadisnya Rasulullah
Saw. banyak menyampaikan perintah untuk saling menasihati dan berdakwah untuk
mengubah kemungkaran menjadi kondisi yang sejalan dengan ajaran Islam. Di
antaranya dalam hadits berikut: Dari Abu Said al-Khudri ra. berkata: Aku
mendengar Rasulullah Saw.. bersabda: "Barangsiapa
di antara kalian melihat sesuatu kemungkaran, maka hendaklah mengubahnya dengan
tangannya, jika mampu, dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Yang
sedemikian itu adalah selemahlemahnya iman" (HR. Muslim). Dalam hadits
di atas terdapat perintah secara tegas untuk berdakwah. Kemungkaran harus
diubah menjadi ma’ruf.
Kemudian Rasulullah Saw menjelaskan bahwa jika
memungkinkan, kita harus mengubahnya dengan tangan, yaitu kekuasaan kita.
Merubah kemungkaran dengan sarana kekuasaan adalah wewenang penguasa. Oleh
karena itu, penguasa dan pemimpin yang kita pilih idealnya adalah orang-orang
yang cenderung kepada kebaikan dan kebenaran, sehingga ketika melihat
kemungkaran, nuraninya tergerak untuk memperbaikinya, bukan memperkeruh suasana
dengan berbuat kemungkaran. Tahapan ini dipandang paling efektif dalam mengubah
kemungkaran, karena yang bergerak adalah aparat dan kebijakan. Tahap
selanjutnya, jika tidak mampu mengubah dengan tangan, maka dengan lisannya.
Itulah dakwah billisan (ceramah dan nasihat lisan). Tahap ini sangat banyak
dilakukan para dai, hanya memang tidak terlihat secara jelas efektivitasnya
dalam merubah kemungkaran. Penyebabnya bisa dari banyak faktor, di antaranya
yang perlu menjadi bahan introspeksi para dai adalah faktor “keikhlasan” dan
“keteladanan”. Tahap terakhir dalam hadits di atas adalah mengubah dengan hati,
dengan mengingkari dalam hati bahwa yang mungkar tetaplah mungkar sambil berdoa
kepada Allah Swt. agar kondisi segera berubah. Tahap ini dipandang sebagai
indikator iman yang paling lemah, karena tidak mampu melakukan dengan kekuasaan
dan tidak pula dengan lisannya. Hadits di atas menyiratkan perlunya kekuatan
yang dimiliki oleh umat Islam supaya dapat mengubah kondisi melalui
kekuasaannya. Dalam konteks kehidupan berbangsa di sebuah negara yang
multiagama, setidaknya kita harus konsisten dengan nilai-nilai luhur yang harus
diperjuangkan demi tegaknya pilar-pilar kebenaran untuk kepentingan bersama.
Sumber: Bacaan Madani
Komentar
Posting Komentar